Di antara perkara bisnis dan idealisme sport. Di situlah Doni Tata Pradipta berada. Padahal perjalanan karier Doni merupakan satu contoh kasus pembibitan atlet yang disupport pabrikan. Sayang, proses yang belum membuahkan hasil memuaskan, justru menjadi preseden buruk dari pembibitan dan penjenjangan pembalap motor di Tanah Air.
STOP DONI, GO ROSSI AND LORENZO
Kenapa layak dijadikan preseden buruk? Karena siapapun berharap, pembalap yang kadung nyemplung ke ajang internasional itu bisa terus eksis. Apalagi belum waktunya untuk memberi penilaian gagal terhadap Doni.
Namun setahun bergelut di ajang World Supersport (WSS), sudah menjadi dasar bagi PT Yamaha Motor Kencana Indonesia (YMKI) yang melambungkan Doni Tata, menarik diri sebagai sponsorship. Meski tak diakui karena prestasi, namun pemutusan aliran dana ini memang terjadi ketika pembalap asal Sleman ini tak menemui pencapaian memuaskan.
Tak heran, meski diberitakan penghentian support karena masalah dana dan justru sebaliknya, YMKI masih memiliki sejumlah uang yang cukup untuk memuluskan karier Doni Tata di WSS di musim 2010, pabrikan bermarkas di Pulogadung, Jaktim ini lebih memilih menggelontorkan arus kasnya pada tagline Yamaha Indonesia ‘Semakin Di Depan’ yang ditempel di motor Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo.
Sampai di sini bisa dimengerti sikap YMKI yang lebih memilih berpromosi di MotoGP. Jelas buat promosi, pemilihan itu lebih rasional ketimbang mensupport pembalap yang masih dalam proses. Pilihan di depan Yamaha telah membuat mereka memberikan keputusan, stop Doni, go for Rossi and Lorenzo.
Namun sayangnya, di luar kepentingan bisnis, ini menjadi preseden bagi manajemen untuk berhati-hati dalam menangani pembalap. Mereka harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sponsor butuh prestasi dan harus terlihat dalam waktu singkat, sesuatu yang sulit untuk dipenuhi bagi kebanyakan tim dan pembalap.
Terlebih jika sponsor memiliki option lain yang lebih menguntungkan seperti terjadi pada Yamaha. Toh, meski pahit, ini menjadi pelajaran berharga bahwa mencetak pembalap world class butuh energi cadangan.
Lantas bagaimana posisi Doni sendiri terlihat dari luar tim? Diakui atau tidak, Doni dan manajemen berada dalam pressure, antara ingin berprestasi di ajang bergengsi sesuai kelasnya dan harus menerima realitas bahwa langkahnya harus tersandung. Di satu sisi, eksistensi di WSS memang mampu membuat ia kian matang dan berpotensi menaikkan nilai jualnya di mata sponsor.
Di sisi lain, IndoProm, manajemen Doni, harus mencari dan meyakinkan pengucur dana yang pastinya tak semudah membuka keran air. Kabarnya, Edmond Cho, manajer Doni, masih bersikeras memperjuangkan Doni untuk turun di WSS. Hingga tulisan ini diturunkan (5/1) pun, Edmond mengakui masih bernegosiasi dengan sponsor. ”Coba nanti kontak lagi, keputusannya masih besok,” ujarnya (4/1).
Satu-satunya peluang tetap eksis memang turun di FIM Asian Road Racing (FARRC) bersama ASH Motorsport. Apalagi ASH membuka pintu untuk Doni. Meski tak ada yang mau buka mulut lebar soal ini, namun Doni sempat dikabarkan akan dititipkan oleh Yamaha kepada ASH.
Entah apa maksud dititipkan, tetapi ini merupakan salah satu upaya menyelamatkan nasib pembalap kelahiran 1990 itu. Namun hal ini dibantah oleh Eddy Syaputra, manajer tim ASH Motorsport. ”Ada wacana begitu, kita sih enggak keberatan. Tapi udah lama enggak ada pembicaraan lagi dengan Yamaha atau IndoProm,” ujarnya.
Memang, bukan kapasitas Doni bermain di kelas yang persaingannya jauh lebih kendur. Meski di sini pula Doni justru harus lebih tertantang untuk menunjukkan kelasnya. Karena tak ada kata disusul, disalip atau disodok oleh pembalap seperti Dwi Satria atau Hendriansyah yang tergabung dalam ASH U-Mild Motorsport.
Dengan kata lain, Doni tetap saja berada di tengah tekanan. Ke WSS ia harus membuktikan diri bahwa ia bukan pembalap baris belakang, sementara jika ke FARRC ia harus menunjukkan kemenangan.
Tentunya, kondisi ini harus disikapi secara positif oleh Doni dan manajemen. Karena inilah realitas balap di mana pressure, pujian, cemoohan, taktik dan strategi silih berganti menghampiri. Ya, inilah salah satu babak yang menentukan dalam perjalanan karier Doni.Lantas bagaimana posisi Doni sendiri terlihat dari luar tim? Diakui atau tidak, Doni dan manajemen berada dalam pressure, antara ingin berprestasi di ajang bergengsi sesuai kelasnya dan harus menerima realitas bahwa langkahnya harus tersandung. Di satu sisi, eksistensi di WSS memang mampu membuat ia kian matang dan berpotensi menaikkan nilai jualnya di mata sponsor.
Di sisi lain, IndoProm, manajemen Doni, harus mencari dan meyakinkan pengucur dana yang pastinya tak semudah membuka keran air. Kabarnya, Edmond Cho, manajer Doni, masih bersikeras memperjuangkan Doni untuk turun di WSS. Hingga tulisan ini diturunkan (5/1) pun, Edmond mengakui masih bernegosiasi dengan sponsor. ”Coba nanti kontak lagi, keputusannya masih besok,” ujarnya (4/1).
Satu-satunya peluang tetap eksis memang turun di FIM Asian Road Racing (FARRC) bersama ASH Motorsport. Apalagi ASH membuka pintu untuk Doni. Meski tak ada yang mau buka mulut lebar soal ini, namun Doni sempat dikabarkan akan dititipkan oleh Yamaha kepada ASH.
Entah apa maksud dititipkan, tetapi ini merupakan salah satu upaya menyelamatkan nasib pembalap kelahiran 1990 itu. Namun hal ini dibantah oleh Eddy Syaputra, manajer tim ASH Motorsport. ”Ada wacana begitu, kita sih enggak keberatan. Tapi udah lama enggak ada pembicaraan lagi dengan Yamaha atau IndoProm,” ujarnya.
Memang, bukan kapasitas Doni bermain di kelas yang persaingannya jauh lebih kendur. Meski di sini pula Doni justru harus lebih tertantang untuk menunjukkan kelasnya. Karena tak ada kata disusul, disalip atau disodok oleh pembalap seperti Dwi Satria atau Hendriansyah yang tergabung dalam ASH U-Mild Motorsport.
Dengan kata lain, Doni tetap saja berada di tengah tekanan. Ke WSS ia harus membuktikan diri bahwa ia bukan pembalap baris belakang, sementara jika ke FARRC ia harus menunjukkan kemenangan.
Sumber http://www.otomotifnet.com/otoweb/index.php?templet=otosport/Content/0/0/1/7/8523
No comments:
Post a Comment